Fool For You Part 8
Author : brokenangel
Main Cast : Lian Jeon – Kim Taehyung – Fellix Kim
Other Cast : Find by yourself
Category : Chapter, Romance
**
Suasana hati Taehyung saat bangun tidur tidak pernah sesegar ini semenjak kematian Yomi, istrinya. Dia merasakan perasaan ringan tidak seperti biasanya. Benar-benar menyejukan. Udara di sekitarnya juga cukup berbeda dari pagi biasanya. Kamarnya di kelilingi pohon-pohon rindang dan kicauan burung…
Tunggu!
Ini bukan kamarnya!
Sejak kapan dia tidur di tengah hutan? Terakhir kali dia sangat ingat sedang tidur di kamarnya dengan piyamanya. Bukan jas pengantinnya dengan Yomi. Dimana piyamanya? Siapa yang mengganti pakaiannya? Ini jelas-jelas sangat membingungkan dan mengejutkan.
“Taehyung-a!” Seru sebuah suara yang terdengar familiar bagi Taehyung.
Mendengar suara familiar itu lantas membuat Taehyung turun dari ranjang. Dia berjalan menuju sumber suara. Suara itu yang selalu selalu membuat hatinya bergetar. Suara paling merdu yang pernah dia dengar. Suara yang sangat dia rindukan di setiap paginya. Kakinya terus melangkah menelusuri jalan setapak sempit yang di pinggirnya ditanami pohon hijau rindang. Samar-samar dia bisa mendengar suara gelak tawa Fellix dan seseorang.
Putranya kembali tertawa? Betapa dia sangat merindukan tawa Fellix. Sudah lama Fellix tidak tertawa bahkan tersenyum semenjak kematian Yomi.
Taehyung tidak tahu kemana dia berjalan. Dia hanya menuruti kata hatinya saja untuk terus mengikuti suara itu. Hingga akhirnya suara itu hilang saat dia tiba di pinggir danau dimana terdapat dua angsa yang sedang berenang di tengahnya. Danau ini indah. Terdapat beberapa jenis bunga yang tumbuh. Salah satunya adalah mawar kuning. Bunga kesukaan Yomi.
Sebenarnya tempat apa ini? Kemana perginya suara tadi? Taehyung sangat bingung. Dia melihat ke sekelilingnya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Tempat ini benar-benar sepi. Hanya ada dirinya. Tidak ada Fellix yang sedang tertawa. Apa mungkin ini hanya halusinasinya?
“Mommy! Ini geli!” Seru Fellix yang entah darimana asalnya.
“Fellix!” Teriak Taehyung sambil kembali menelusuri pinggir danau.
Itu dia! Taehyung bernafas lega saat melihat Fellix sedang bermain bersama seorang gadis berambut coklat. Dia memicingkan matanya, berusaha melihat siapa gadis itu. Tapi sinar matahari menghalangi penglihatannya. Dia tidak bisa melihat dengan jelas rupa gadis yang bisa membuat putranya tertawa.
Tapi … Kenapa Fellix memanggil gadis itu Mommy? Kenapa Fellix sangat dekat dengan gadis itu? Kenapa… Ada banyak kenapa di dalam kepala Taehyung.
“Taehyung!”
Kali ini suara yang berbeda tapi juga terdengar familiar. Hanya saja suara ini berbeda dengan suara yang pertama. Ini suara milik…
“Irene?” Gumam Taehyung saat melihat Irene berdiri di sebuah taman dengan perlengkapan piknik.
Ini sangat membingungkan. Sejak kapan ada taman? Kenapa ada dua jalan berbeda di depannya? Jalan menuju Fellix dan jalan menuju Irene.
Kemana kakinya akan melangkah? Mereka sama-sama berharga untuk Taehyung.
“Taehyung?”
Kepala Taehyung menoleh cepat saat mendengar suara indah di belakangnya. Matanya membelalak kaget melihat Yomi berdiri dengan sangat cantik di belakangnya. Jangan lupakan senyum menawan yang selalu membuatnya merasakan jatuh cinta setiap hari.
“Yom … Yomi-ya?” Bisik Taehyung tidak percaya. Tanyannya bergerak menangkup kedua pipi istrinya.
Nyata! Dia bisa menyentuh istrinya. Mata Taehyung berkaca-kaca. Tangannya bergetar. Secepat kedipan mata, tubuh Yomi sudah berakhir di pelukannya. Benar! Ini Yomi, istrinya. Istrinya yang sudah meninggalkannya bersama Fellix dua tahun lalu. Sekarang berdiri di depannya. Bahkan dia bisa memeluknya. Betapa dia sangat merindukan Yominya.
“Aku merindukanmu, Mi-ya. Sangat merindukanmu.” Bisik Taehyung semakin mempererat pelukannya. Seolah tidak membiarkan wanita di pelukannya ini pergi barang sedetik saja.
Taehyung melepas pelukannya. Tangannya kembali menangkup wajah Yomi. “Kau tidak akan pergi lagi, kan? Fellix sangat merindukanmu. Semenjak kau pergi, dia tidak pernah tersenyum.”
Yomi tersenyum anggun seperti biasa. Tangannya memegang tangan Taehyung di pipinya. Tatapannya mengarah pada Fellix yang sedang bermain dengan seorang gadis.
“Dia tertawa.” Bisik Yomi tanpa mengalihkan pandangannya pada Fellix.
Taehyung mengikuti arah pandang Yomi. Putranya masih disana bermain dengan seorang gadis. Ini saatnya. Dia akan membawa Yomi kembali sehingga Fellix tidak akan murung lagi.
“Kembalilah bersamaku. Fellix sangat membutuhkanmu. Kau pasti juga merindukannya.” Ucap Taehyung sambil menggenggam tangan Yomi.
“Tidak, Tae.”
Wajah Taehyung berubah. Dia menatap Yomi bingung. Apa Yomi tidak ingin bertemu Fellix?
“Aku tidak bisa ikut bersamamu.” Lanjut Yomi masih mempertahankan senyumnya.
“Kenapa?”
“Tae, tugasku untuk Fellix sudah selesai. Ada gadis lain yang akan membahagiakan Fellix dan juga kau. Gadis itu.” Yomi menunjuk gadis yang bersama Fellix, “Dia. Dia membuat Fellix kita kembali tertawa.” Ucap Yomi lembut.
“Tidak, Yomi. Kau harus ikut bersamaku. Kau-“
“Tae, sekarang kau harus menentukan pilihanmu.” Yomi membalikkan tubuh Taehyung. Membuat Taehyung kembali dihadapkan pada dua jalan yang berbeda.
“Kebahagiaan Fellix bersama gadis yang tidak kau cintai atau wanita itu.” Yomi kembali bersuara.
Taehyung tertegun di tempatnya. Mana bisa begini? Dia tidak mau memilih. Ini pilihan sulit. Lagipula, dia hanya ingin bersama Yomi hingga tua.
“Tidak bisakah kita bersama lagi?” Tanya Taehyung pelan.
Yomi menggelengkan kepalanya, “Kebahagiaan lain menunggumu, Tae.” Jawab Yomi sambil mengelus-elus pipi Taehyung.
“Appa!” Tiba-tiba saja Fellix sudah di sampingnya dengan wajah penuh air mata.
Melihat Fellix menangis praktis membuat Taehyung panik. Dia tidak pernah menghadapi putranya menangis. Taehyung membawa Fellix ke dalam gendongannya sambil berusaha menenangkan Fellix.
“Berjanjilah kau akan menempatkan kebahagiaan Fellix sebagai prioritas utamamu, Tae.” Ucap Yomi
Taehyung semakin bingung dengan keadaan yang saat ini dia hadapi.
“Yomi-ya, jangan pergi! Yomi-ya!” Panggil Taehyung saat Yomi semakin menjauhinya. Dia hendak mengejar istrinya tersebut namun sebuah cahaya memilukan menghentikan langkahnya bersamaan dengan tubuh Yomi yang menghilang.
“Yomi-ya!” Teriak Taehyung sambil mengedarkan pandangannya.
“Taehyung, tolong aku!” Teriak sebuah suara mengembalikan kesadaran Taehyung.
Taehyung melotot kaget saat melihat Irene, kekasihnya, yang sudah berlumuran darah. Dia akan berlari menghampiri kekasihnya tersebut tapi suara lirih menghentikan langkahnya.
“Mommy.” Lirih bocah enam tahun ini sambil menunjuk seorang gadis yang tergeletak tak berdaya dengan lumuran darah.
Mommy?
Taehyung bingung kenapa Fellix, putranya, bisa memanggil gadis itu dengan sebutan Mommy. Apa sebelumnya mereka pernah bertemu? Tangis Fellix makin kencang saat Taehyung hanya berdiam diri dengan keadaan panik.
Demi tuhan! Irene sedang membutuhkan bantuannya. Tapi Fellix ingin mendekati gadis yang mungkin saja sudah mati itu. Siapa yang harus dia pilih? Kekasihnya atau gadis asing yang dipanggil Mommy itu?
“Berjanjilah kau akan menempatkan kebahagiaan Fellix sebagai prioritas utamamu, Tae.”
Perkataan Yomi beberapa menit lalu kembali terlintas di kepalanya.
Kebahagiaan Fellix. Benar. Fellix tertawa sangat lepas bersama gadis asing itu, bahkan memanggilnya Mommy. Mungkin saja gadis itu akan membawa kebahagiaan untuk Fellix. Tapi, bagaimana dengan Irene? Dia tidak mungkin membiarkan Irene terluka. Irene membutuhkannya.
“Appa, Mommy butuh bantuan kita. Cepat tolong Mommy!” Ucap Fellix tersedu-sedu.
“Fellix, Irene Noona juga butuh bantuan kita-“
“Aku tidak mau kehilangan Mommy, Appa! Selamatkan Mommy!“
Ya tuhan! Cobaan apa ini? Siapa yang harus dia selamatkan? Gadis itu atau Irene?
Setelah lama berpikir dan memantapkan hatinya, Taehyung menggandeng Fellix dan berlari mendekati gadis yang Fellix panggil Mommy. Gadis itu masih sadar. Lukanya sangat parah. Fellix langsung memeluk gadis ini sambil berteriak agar gadis ini bertahan. Sementara itu Taehyung tampak kebingungan karena dia sama sekali tidak mengenal gadis ini. Dia menatap darah yang terus mengalir dari perut gadis ini.
“Appa! Cepat tolong Mommy!” Ucap Fellix
Taehyung duduk di samping gadis ini. Tidak ada alat untuk menolong gadis ini. Sementara gadis ini semakin lama akan kehilangan kesadarannya. Tidak! Gadis ini tidak boleh mati! Fellix akan sedih kalau gadis ini mati. Kebahagiaan Fellix ada pada gadis ini.
“Nona? Kumohon bertahanlah.” Ucap Taehyung sambil memangku kepala gadis ini.
Fellix tidak berhenti menangis. Bocah itu tidak berhenti berdoa. Taehyung menggenggam tangan gadis ini yang terkulai lemas. Tangannya sangat dingin.
“Nona, buka matamu. Kumohon bertahanlah. Demi Fellix dan aku.” Bisik Taehyung pilu. Dia tidak tahu kenapa hatinya sangat sakit melihat gadis ini. Air matanyapun mengalir begitu saja jatuh di pipi gadis dalam dekapannya.
Keajaiban. Gadis ini membuka matanya sambil tersenyum tipis. Taehyung dan Fellix bernafas lega melihat gadis ini bertahan. Bahkan Fellix langsung mencium pipi gadis ini. Berbeda dengan Taehyung yang tertegun menatap mata biru indah di depannya. Dan entah dorongan dari mana, dia mencium kening gadis ini.
“Tae…”
***
“Aku ingin Lian Noona menjadi ibuku.”
Perkataan Fellix tiga hari yang lalu kembali terngiang di telinga Lian. Lian tidak bisa melupakan begitu saja permintaan Fellix. Bagaimanapun juga dia sudah berjanji akan mengabulkan apapun yang bocah itu minta untuk hadiah ulangtahun. Tapi, permintaan ini sangat sulit Lian kabulkan. Menjadi ibu Fellix? Itu artinya dia harus menikah dengan Taehyung. Itu tidak mungkin.
Lian harus merasa sangat bersalah karena membuat Fellix menangis malam itu. Tanpa memberi jawaban pasti, dia langsung berpamitan pulang. Meninggalkan Fellix yang menangis karena tidak ingin dia tinggal.
Hell!
Kenapa anak kecil bisa mempunyai keinginan yang mustahil? Maksudnya, Fellix itu masih enam tahun. Bocah sekecil itu mana paham makna pernikahan? Well, mungkin bocah itu merindukan ibunya hingga menginginkan ayah dan Lian menikah. Mungkin juga karena Fellix nyaman dengan Lian, hingga bocah itu ingin dia jadi ibunya.
Tapi ini pernikahan! Sakral! Sekali seumur hidup untuk Lian.
Tentu saja sebagai perempuan Lian menginginkan pernikahan yang murni karena keduanya saling mencintai. Bukan karena mengabulkan permintaan seorang bocah enam tahun. Come on! Memangnya menikah itu semudah seperti di cerita novel?
Astaga. Seharusnya dia tidak asal berjanji dengan Fellix untuk mengabulkan permintaan hadiah ulangtahun. Kalau sudah begini, dia harus apa? Fellix pasti akan sangat kecewa. Membayangkan wajah kecewa bocah itu lagi-lagi membuat Lian mengacak-acak rambutnya yang baru saja dipotong sebahu. Lian bukan gadis yang suka ingkar dengan janjinya.
“Kuharap kau tidak lupa dengan meeting hari ini.”
Suara bariton itu langsung menyadarkan Lian dari lamunannya. Pria evil itu sudah berdiri di depan Lian dengan senyum mengejeknya. Selama tiga hari ini, Marcus tidak berhenti menggoda Lian karena permintaan konyol Fellix. Pria itu menyarankan agar Lian mengiyakan permintaan itu mengingat perasaan Lian pada Taehyung.
Hey! Memangnya Taehyung juga menyukai Lian? Lagipula, bagaimana dengan keluarga Taehyung? Keluarga Lian sendiri?
Marcus dan otak sempitnya.
Lain halnya dengan Anna. Gadis itu menentang keras pendapat Marcus. Jangan tanya kenapa. Anna tentu tidak rela kalau sahabat karibnya menikah dengan duda. Katanya; “kalau dengan kecantikan dan kepandaianmu itu kau bisa mendapat pria single, kenapa harus menikah dengan duda? Pria itu juga belum tentu mencintaimu.”
Anna dan mulut sadisnya.
Aiden dan Jungkook tidak banyak berpendapat perihal ini. Tumben sekali. Padahal kedua pria itu biasanya mempunyai pendapat paling bagus. Jungkook juga tidak banyak berkomentar seperti biasanya. Aneh.
“Melamun tidak membuat meeting selesai, Jeon Lian.”
Dasar Marcus!
Dengan wajah kesal, Lian mengambil ponselnya dan beranjak dari duduknya. Ingatkan dia untuk menendang selangkangan pria itu nanti setelah meeting. Demi tuhan! Perjaka tua itu tidak ada bedanya dengan seorang siswa SMA yang menggoda Lian kemarin. Gila!
Di luar, Jinyoung sudah menunggu dengan wajah datarnya. Pria itu tidak mengatakan apapun begitu melihat Lian keluar. Urat senyumnya mungkin sudah hilang. Pria Park ini jarang sekali tersenyum. Kemudian mereka bertiga menuju ruang rapat dimana para investor sudah menunggu.
***
Rapat berlangsung lancar seperti biasanya. Jinyoung dan Marcus yang sangat kompak mempresentasikan projek terbaru mereka terkait pembangunan hotel di Busan. Dan para investor yang juga tampak fokus dengan presentasi dua pemuda cerdas itu. Tidak salah kalau Frank mengangkat Jinyoung sebagai sekretaris Lian. Di balik wajah lempengnya, pria itu sangatlah cerdas dan teliti.
Namun kalau bergeser pada kursi paling ujung, dimana kursi untuk pemegang posisi penting, pemandangan lain terlihat berbeda. Sejak rapat dimulai, Lian tampak tidak fokus dengan diskusi dari orang-orang di dalam ruangan ini. Bahkan dia tidak mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Pikirannya tertuju pada hal lain yang belakangan mengganggu pikirannya.
Sementara itu, di sudut lain tempat duduk, seorang pria berhidung macum dengan obsidian hitam legam tampak tidak mengalihkan pandangannya dari Lian. Keterkejutan sempat menguasainya selama beberapa menit begitu melihat gadis itu masuk ke dalam ruang rapat sebagai CEO perusahaan tempatnya berinvestasi.
Seriously?! Lian adalah seorang CEO! CEO Giant Corp. Perusahaan real estate besar yang berpusat di Swiss. Itulah yang dikatakan gadis itu saat perkenalan tadi. Meskipun belum ada penobatan. Tapi sudah jelas bukan kalau posisi itu tetap akan jatuh ke tangan Lian mengingat Jungkook yang berprofesi seorang dokter.
Pantas saja gadis itu terlihat sangat sibuk. Gadis luar biasa. Sempurna.
Taehyung tahu apa yang membuat gadis itu tidak fokus dengan rapat mereka hari ini. Tentu saja karena permintaan putranya yang sedikit konyol. Diapun sampai sekarang masih tidak bisa berhenti memikirkan permintaan putranya. Fellix masih menolak berbicara dengannya. Bahkan pria itu sempat tidak mau pulang ke rumahnya. Tapi dia harus profesional dalam pekerjaan, bukan?
Mungkin setelah ini dia akan membicarakan masalah ini pada Lian. Dia sedikit merasa bersalah pada gadis itu karena permintaan konyol putranya. Lian jadi tidak fokus pada pekerjaannya.
Kenapa jadi seperti ini?
***
“Ada yang ingin bertemu denganmu.” Ucap Anna begitu Lian mempersilahkan dia masuk. Dia berdiri di ambang pintu sambil menatap miris pada wajah kusut sahabatnya.
Malang sekali sahabatku ini, batin Anna.
Lian mengangkat kepalanya menatap Anna dengan tatapan bertanya. Dia bahkan mengabaikan tumpukan berkas yang harus segera dia tandatangani. Mau bagaimana lagi? Pikirannya sedang kacau.
Anna menggeser tubuhnya sehingga memperlihatkan seorang pria berhidung mancung yang sedang menatap Lian. Tubuh Lian sedikit menegang begitu matanya menangkap sosok yang juga mencuri sebagaian tempat di hati dan pikirannya. Kim Taehyung. Ayah Fellix!
Apa yang akan dia lakukan? Bagaimana dia bisa tahu kalau dia bekerja disini? Dia belum siap jika harus membicarakan permintaan konyol Fellix. Tidak. Dia tidak mau menikah karena terpaksa.
Tanpa menunggu ijin dari Lian, Taehyung sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan sakral itu. Membuat Anna mengumpat dalam hati. Matanya menatap Lian intens. Seolah mencari jawaban atas pertanyaan yang berputar di kepalanya.
Lian berdehem untuk menormalkan keterkejutannya. “Kau bisa keluar, Anna.”
Pintu tertutup. Namun sebelumnya Lian dapat menangkap tatapan Anna yang berkata ‘jadi ini duda tercintamu.’. Kalau saja tidak ada Taehyung di depannya, gadis itu sudah akan mendapat lemparan sepatu Lian. Lian mengalihkan tatapannya pada Taehyung yang masih berdiri di depannya. Jujur saja dia sedikit gugup saat ini.
“Silahkan duduk, Taehyung-ssi. Aku merasa terhormat dengan kedatanganmu.” Lian mencoba bersuara tenang.
Taehyung bergeming. Membuat Lian salah tingkah. Sial!
“Ngomong-ngomong apa kita memiliki kerja sama? Kurasa jadwal-”
“Bisa kita bicara?” Potong Taehyung cepat.
Glek.
Lian meneguk ludahnya susah payah. Dia merasa sangat terintimidasi. Hey! Kenapa dia seperti tersangka pembunuhan?
“Excuse me?” Lian bertanya.
“Kita bicara. Berdua. Di tempat lain. Bisa?” Ulang Taehyung.
Lian menimang-nimang ajakan Taehyung. Dia sudah tahu kemana arah pembicaraan mereka nanti. Dia memang tidak bisa terus-terusan menghindar karena cepat atau lambat Taehyung pasti akan membicarakan hal ini dengannya. Dan itu sekarang. Disaat Lian masih sangat dilema.
Daddy! Bantu putrimu!
“Aku menunggu, Lian.” Ujar Taehyung tidak sabar.
Baiklah. Mungkin memang dia harus membicarakan ini dengan Taehyung. Ini perkara janji yang harus mereka tepati pada bocah kecil.
“Baiklah.” Putus Lian sambil beranjak dari duduknya. Dia mengambil tasnya dan juga ponsel kemudian berjalan mendekati Taehyung.
“Aku benar-benar membutuhkan waktu berdua denganmu, Li. Tidak papa?” Tanya Taehyung hati-hati.
“Tentu saja. Ayo pergi sekarang.” Sahut Lian.
***
Well. Taehyung memilih tempat yang cocok untuk pembicaraan serius mereka. Di aquarium raksasa. Entah apa motif pria itu mengajak Lian kesini. Tapi Lian juga patut berterimakasih karena disini sangat tenang. Lagipula dia menyukai keindahan makhluk hidui di dalam aquarium itu.
Mereka benar-benar berdua. Tidak ada Marcus ataupun Yoongi yang biasanya akan menemani Lian kemanapun. Bisa dibilang, mereka seperti sedang kencan. Memikirkannya saja membuat pipi Lian memanas. Namun dia buru-buru menggelengkan kepalanya. Sekarang bukan saatnya untuk berimajinasi.
Tidak ada percakapan sejak mereka masuk mobil. Dua manusia lawan jenis itu terlihat sibuk dengan dunia masing-masing. Mungkin hanya Lian yang berusaha menyibukkan diri untuk menutupi kegugupannya. Dia berjalan kesana-kemari menatap ikan-ikan kecil indah dan sesekali bergumam. Bahkan bibirnya juga menyunggingkan senyum kagum. Hal itu tentu saja tidak lepas dari penglihatan Taehyung. Sedikit heran karena seorang Jeon Lian yang begitu tertarik dengan makhluk air itu.
“Cute.” Gumam Lian sambil menyentuhkan tangannya pada kaca di depannya. Di depannya ada ikan kecil berwarna biru sedang menatapnya.
Taehyung bersandar di aquariun raksasa itu sambil memasukkan tangannya pada saku celana. Tatapannya tetap tertuju pada makhluk indah di sampingnya yang asik dengan dunianya sendiri. Melihatnya membuat dada Taehyung bergemuruh. Dia kembali dilanda perasaan aneh yang belakangan ini mengganggunya. Hatinya merasa damai dan bahagia.
Tidak bisa disangkal kalau dia memang merindukan senyum manis Lian. Sebelum ada hari ini, dia merasa uring-uringan dan kesal. Ternyata alasannya adalah gadis ini. Gadis bermata indah yang mampu memporak-porandakan perasaannya.
“Berapa gaji sebulanmu sebagai pegawai?” Taehyung memecah keheningan sambil memalingkan wajahnya. Menatap ikan-ikan di atasnya.
Eh!
Lian tersedak ludahnya sendiri mendengar pertanyaan sindiran Taehyung. Dia kembali ingat saat Hee Jo, bibi Taehyung, bertanya tentang pekerjaannya yang kemudian dia jawab pegawai. Benar pegawai, bukan? Memang apa bedanya? Lalu, kalau dia menjawab sebagai CEO, apa yang bisa dia harapkan? Dipuji? Taehyung membalas perasaanya?
“Aku memang pegawai.” Elak Lian pelan.
Taehyung mencebik, “Dasar.”
Lian hanya tersenyum canggung menanggapinya. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Kupikir itu tidak penting untuk diketahui.” Ujarnya.
Taehyung memiringkan badannya. Menjadikan bahu kirinya untuk bersandar di aquarium raksasa itu. Sudut bibirnya sedikit terangkat melihat wajah salah tingkah Lian. Apa sebelumnya Taehyung pernah berkata kalau sebenarnya Lian memilikin sisi yang menggemaskan? Seperti saat ini contohnya.
Hanya Tuhan dan Taehyung yang tahu seberapa besar keinginan Taehyung untuk mengelus-elus pipi yang merona itu. Tangannya terkepal di balik saku celananya. Ini gila! Jeon Lian benar-benar sesuatu!
“Bagaimana kau tau kalau aku bekerja disitu?” Tanya Lian sembari berusaha tidak terjebak tatapan Taehyung.
Lucu. Gadis ini secara tidak langsung sudah membuat hiburan untuk Taehyung. Karena saking melamunnya Lian sampai tidak menyadari kalau dia juga ikut dalam meeting pembahasan projek baru tadi. Apa permintaan Fellix sangat mengganggu pikiran Lian? Jawabannya sudah jelas.
“Ternyata kau tidak profesial saat bekerja.” Jawab Taehyung dengan senyum miringnya. Melihat kening Lian yang berkerut, Taehyung melanjutkan. “Aku ikut dalam rapat tadi, sajangnim.”
“Ya!!!” Seru Lian tidak terima. Wajahnya merengut tidak suka. Dan itu membuat Taehyung tertawa kecil.
Apa-apaan? Apa pria ini memang sengaja menggoda Lian? Untuk apa? Agar Lian mau menuruti permintaan Fellix? Wah!!! Memang dengan pria itu tertawa yang membuat jantung Lian rontok bisa meluluhkan Lian? Tidak semudah itu!
“Maukah kau mendengar ceritaku?” Tanya Taehyung.
“Aku ini pendengar yang baik. Tentu saja.” Jawab Lian sambil kembali melanjutkan langkahnya menyusuri aquarium raksasa ini.
Taehyung mencoba mensejajari langkah pelan Lian. Baiklah. Usahanya akan dimulai dari detik ini. Dia harus bisa mendapatkan jawaban yang dia mau hari ini juga. Ya. Taehyung sudah membuat keputusan tentang permintaan putranya.
“Kau mungkin sudah sedikit tau kenapa bocah sekecil Fellix bisa bersikap sangat tertutup dan dingin terhadap orang-orang. Dua tahun yang lalu kami mengalami sebuah kejadian paling mengerikan. Malam itu saat pesta ulangtahun perusahaanku, tiba-tiba terdengar suara tembakan. Dan ternyata peluru itu mengenai istriku. Tepat di jantungnya. Secepat apapun kami membawanya ke rumah sakit, nyawanya tetap tidak akan selamat, bukan? Yomi meninggal di tempat bahkan sebelum dia mengucapkan selamat tinggal kepada kami semua.”
Taehyung berhenti sejenak untuk mengambil nafas. Lianpun sontak menghentikan langkahnya. Dia menatap Taehyung simpati. Tidak menyangka kalau Yomi akan pergi dengan cara yang tragis.
Seperti Lena.
Dalam keheningan itu, keduanya hanya saling diam dengan perasaan menyakitkan di hati masing-masing. Taehyung yang harus kembali merasakan perih saat mengingat istrinya menghembuskan nafas terakhir di pangkuannya. Sementara Lian yang harus menahan segala rasa marah dan sedih saat melihat Lena menutup matanya.
Taehyung menghembuskan nafas beratnya sebelum melanjutkan ceritanya.
“Sejak saat itu Fellix menjadi pendiam. Aku pikir dia akan kembali seperti biasanya setelah satu minggu kepergian Yomi. Tapi ternyata Fellix menjadi sosok yang sangat tertutup dan dingin kepada kami semua. Bocah itu tidak bisa tersenyum lagi. Kami sudah melakukan berbagai cara untuk mengembalikan sosok Fellix yang nakal dan banyak bicara, tapi tidak berhasil.”
Taehyung berhenti lagi untuk mengatur nafasnya yang memburu. Lian tau rasanya. Sangat tahu. Dia pernah mengalaminya.
“Fellix sangat kehilangan sosok ibunya. Pernah suatu malam sepulang kerja, aku masuk ke dalam kamarnya. Dia tidur sambil memeluk foto ibunya. Yang lebih membuatku sedih adalah saat melihat bekas air mata di pipinya. Aku merasa sangat gagal menjadi ayah. Seharusnya aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Fellix sehingga dia bisa berbagi cerita denganku. Tapi apa? Putraku lebih memilih menutup diri dan menangis diam-diam.”
Lian masih berusaha untuk tidak terbawa perasaan yang membuatnya menangis. Dia menatap Taehyung yang sibuk mengatur nafasnya. Pria itu nampaknya sedang berusaha untuk tidak mengeluarkan air matanya.
“Kemudian malam itu saat aku menghadiri pesta pengangkatan jabatan Hobie Hyung, seseorang menembakku yang kemudian membuatku koma tiga hari. Aku tidak tau apa saja yang terjadi selama aku koma. Hingga saat aku sadar aku dikejutkan dengan perubahan Fellix. Aku sangat senang. Akhirnya setelah dua tahun putraku bisa tersenyum lagi. Matanya juga bersinar.” Taehyung melanjutkan ceritanya dengan pandangan menerawang.
“Karenamu, Lian. Entah sadar atau tidak, kau membuat es dalam diri Fellix mencair.” Tatapan Taehyung beralih pada Lian yang tergugu.
Aku? Kenapa?
Taehyung menyunggingkan senyum hambar sebelum kembali berkata, “Fellix tidak suka berkomunikasi dengan orang asing. Dan kau, Fellix mau berbicara padamu disaat kalian sama sekali tidak saling mengenal. Aku dengar dari Appa, kalau saat itu Fellix menangis sendirian dan kau melihatnya. Appa juga berkata kalau Fellix mengajakmu berteman. Aku hampir menangis mendengarnya.”
Ingatan Lian kembali pada pertemuan pertamanya dengan Fellix. Dan saat itu untuk pertama kalinya dia mendapat tatapan paling dingin yang pernah dia lihat. Tapi sekarang tidak lagi.
“Kau sudah mendapapat sebagian hati Fellix, Lian. Sadar atau tidak kau mempunyai kasih sayang yang Fellix butuhkan. Bahkan Fellix sangat penurut padamu. Saat dia menemaniku di rumah sakit, dia sangat antusias bercerita tentangmu. Dan lagi, aku merasa terharu saat melihat binar bahagia di matanya. Putraku tidak pernah merasa sebahagia itu sebelumnya. Tapi, saat bertemu denganmu dia berubah.”
Entah atau hanya perasaan Lian atau memang tatapan Taehyung saat ini terlihat tulus. Lian tidak ingin mengambil kesimpulan sendiri. Dia masih setia mendengar cerita Taehyung dengan perasaan bergemuruh. Dia hanya bisa berdoa semoga setelah ini jantungnya masih baik-baik saja.
Taehyung mengambil nafas panjang sebelum akan mengucapkan hal paling penting. Yang mendasari mereka berada disini. Dan untuk pertama kalinya dia merasa sangat gugup. Dia membawa Lian agar berhadapan dengannya. Ini jelas tindakannya paling berani.
“Lian, sejak pertama kali melihatmu aku memang sudah melihat aura keibuanmu. Kau tampak tulus menyayangi Fellix. Dan yang terpenting, kau menjadi kebahagiaan untuk Fellix. Aku sangat berterimakasih.” Ungkap Taehyung tulus.
Demi apapun yang ada di dalam aquarium ini! Mulut Lian mendadak kaku untuk berbicara. Sialnya, dia hanya terpaku pada tatapan meneduhkan pria bak Adonis di depannya.
“Mungkin ini terdengar konyol. Tapi aku mengatakan ini jujur. Sejak pertama aku melihatmu, aku sudah jatuh cinta pada matamu. Kau mempunyai mata indah yang membuatku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Aku tau ini salah. Tapi kau sungguh berbeda dari gadis lain. Kau menyayangi Fellix dengan tulus, padahal kau baru mengenalnya. Kau juga menjaga Fellix selama aku masih dirawat. Kau memperlakukan Fellix seperti dia adalah orang berhargamu.”
Kalian memang sudah menjadi bagian berharga dalam hidupku.
Di tengah ruangan sepi ini Lian seperti bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Akan sangat lucu kalau Taehyung juga mendengarnya. Lian mendadak merasa tubuhnya sangat kaku. Bibirnya kelu untuk mengatakan sepatah katapun. Tatapan Taehyung sangat meneduhkan.
“Bagiku, kebahagiaan Fellix adalah sesuatu yang menjadi prioritas utamaku. Aku hanya ingin melihat Fellix terus tersenyum. Dan yang bisa membuatnya tersenyum hanya kau, Li. Kau adalah kebahagiaan Fellix yang selanjutnya. Dia sangat ingin kau menjadi ibunya, Lian. Akupun begitu.” Kata Taehyung tanpa melepas pandangannya dari gadis di depannya.
Kalimat terakhir yang diucapkan membuat Lian tidak bisa menutupi keterkejutannya. Menjadi ibu? Apa itu artinya menjadi istri Taehyung? Belum reda keterkejutan Lian, kali ini dia dibuat makin terkejut karena Taehyung tiba-tiba menggenggam kedua tangannya. Tubuhnya makin menegang karena merasakan sengatan listrik akibat dari kulit mereka yang bersentuhan.
Sama halnya dengan Lian yang tengah gugup karena pria di depannya, Taehyung tak kalah gugup karena ingin mengatakan sesuatu yang akan merubah takdirnya sebentar lagi. Itupun jika dia mendapat jawaban yang dia inginkan. Tapi dia sudah berjanji pada seseorang yang jauh disana agar bisa mendapat jawaban yang dia inginkan. Dia berjanji pada dua orang dan akan menepatinya.
“Lian, mungkin ini terdengar aku hanya bermain-main. Tapi aku mengatakannya dari hatiku. Maukah kau menikah denganku? Mendampingiku dan Fellix, menulis lembar cerita baru denganku dan Fellix, membuatku dan Fellix selalu tersenyum, dan menyayangi kami selamanya. Maukah kau menghabiskan sisa hidupku dengan margaku?”
Apa?
Lian mematung di tempat. Jantungnya berpacu dengan sangat cepat. Tenggorokannya serasa tercekat. Pikirannya kosong.
Apa ini keputusan yang Taehyung ambil?
Aku tidak bisa menikah karena terpaksa.
Menatap pria di depannya yang menunggu jawaban, Lian hanya bisa menelan ludah kasar. Tatapan Taehyung sarat akan permohonan. Tatapan itu melemahkannya. Tapi sekali lagi, dia tidak bisa mengambil keputusan dengan gegabah. Mungkin saja Fellix hanya bercanda dan bocah itu akan meminta hadiah lain. Tapi…
Ada banyak tapi di kepala Lian. Dia harus segera menjawab sekarang. Taehyung sangat menunggunya terbukti dengan genggaman di tangannya yang makin mengerat.
Lian menghembuskan nafas panjang. Dia tidak bisa.
“Maaf.”
Satu kata yang keluar dari mulut Lian, merobohkan harapan yang sudah Taehyung bangun tinggi-tinggi. Dia menggelengkan kepalanya. Bukan ini jawaban yang dia mau. Dia sudah berjanji agar bisa mendapat jawaban YA dari Lian kepada Frank.
“Demi Fellix, Lian. Kumohon.”
“Aku tidak bis-”
Kalimat Lian terputus karena ponsel Taehyung yang berbunyi. Lian dapat melihat Taehyung mendesah frustasi sebelum akhirnya melepas genggamannya pada Lian dan mengambil ponselnya.
“Ne, Eomma? Ada apa?”
“……….”
“APA?!”
Lian tersentak kaget mendengar teriakan Taehyung. Dia menatap pria itu penasaran.
“Aku akan pulang sekarang.” Taehyung mengakhiri percakapannya di telepon.
“Ada ap-”
“Fellix tiba-tiba muntah dan pingsan.”
“APA?!”